“ Saya merasa senang bisa bertemu dengan teman baru dan juga belajar bersama tentang pacaran yang baik itu seperti apa” tulis Jimbri salah seorang remaja dari Panti Asuhan Yahya dalam catatan kecilnya.
Ruangan bamboo Dodoha Mosintuwu dikunjungi anak-anak dari beberapa desa/kelurahan di hari Senin, 27 Juli 2020. Berkumpul dengan menerapkan protokal kesehatan covid-19, kami menyebutnya petualangan yang benar-benar baru.
Sejak pukul 09.30 pagi, anak-anak dengan penuh semangat dan energi berdatangan di Dodoha Mosintuwu, kantor Institut Mosintuwu yang terbuat dari bambu. Sebelum masuk semua anak-anak didampingi untuk mencuci tangan dan memastikan masker yang mereka gunakan nyaman dan aman buat mereka. Anak dan anak remaja yang hadir sangat beragam dari segi usia. Yang paling muda adalah Ishak berusia 5 tahun dari desa Buyumpondoli dan yang paling tua , Viya 20 tahun. Karena itu, kegiatan dibagi dalam dua kelompok berdasarkan usia.
Petualangan benar-benar baru hari itu dibuka oleh Kak Lian Gogali, dengan permainan tangan yang mengajak semuanya mengikuti protokol Kesehatan untuk tidak menyentuh wajah, hidung , mulut serta gerakan mencuci tangan. Anak-anak bersemangat mengikuti gerakan sambil berteriak senang menyebutkan bagian tubuh yang disentuh, merentangkan tangan kiri dan kanan agar tidak saling bersentuhan. Suasana riang yang memulai kegiatan itu disambung dengan kegiatan berdasarkan kelompok.
Saya bersemangat menfasilitasi kegiatan remaja di ruang Perpustakaan Sophia berbicara tentang Kesehatan reproduksi melalui film produksi Kampung Halaman, sementara kak Lian bersama anak-anak di ruang restoran nampak seru menyimak layar besar yang memutar Dongeng Kejutan yang diproduksi oleh Ayo Dongeng Indonesia bersama komunitas pendongeng lainnya dari berbagai daerah di Indonesia dalam rangka hari anak nasional.
“Tiga anak bebek pergi berenang, melintasi danau yang jauh” Kak Isti dan Kak Manga dari Dongeng Kertas Sulawesi Selatan nampak di layar sedang bercerita tentang tiga anak bebek yang masuk di dalam perut buaya dan mencari jalan keluar. Ruangan yang diisi oleh anak-anak itu senyap, mereka was-was apakah bebek berhasil keluar atau tidak? Beberapa saat kemudian tangan anak-anak bergerak mengikuti cerita di layar seperti mau terbang, lalu tertawa bersama kakak pendongeng. Dengan wajah melongo mereka melihat ke arah layar mengikuti cerita-cerita menarik, ada cerita dari Minang tentang Rohana yang membaca untuk adik-adiknya, cerita tentang lebah yang terbang berpetualang dari Bali, Ota yang membuat papeda dari Maluku dan lainnya.
Rafael, 11 tahun dari panti asuhan Yahya melengkapi petualangan yang benar-benar baru dengan membacakan cerita di depan teman-temannya. Rafael membacakan cerita tentang monster Korona yang harus dihindari semua orang. Tepuk tangan dari semua yang hadir di ruangan itu menyambut cerita Rafael. Berasal dari 2 panti asuhan yang sebelumnya tidak saling mengenal, juga dari beberapa desa, mereka tidak ragu saling menegur jika ada yang tidak gunakan masker.
“Ada Korona, ayo pakai masker”
Meskipun menggunakan masker dan saling jaga jarak, anak-anak tetap tertawa terbahak-bahak dan tidak jarang mengekspresikan rasa penasaran mereka dengan menggerakkan tangan mengikuti cerita.
Di ruangan perpustakaan, bersama anak remaja, kami menonton film Pindah Planet karya dari komunitas Kampung Halaman di Jogjakarta. Film ini bercerita tentang kehidupan remaja tentang pacaran yang toxic dan bagaimana seharusnya pacaran itu bisa menjadi hubungan yang sehat dan baik. Saat remaja saya juga menemukan masalah yang sama dengan remaja sekarang, walaupun pasti dalam konteks dan lingkungan yang berbeda. Pengalaman di masa remaja menunjukkan bahwa sangat sering remaja kurang mendapatkan informasi mengenai bentuk-bentuk kekerasan. Akibatnya banyak anak remaja tidak bisa mengidentifikasi apabila kekerasan itu terjadi terhadap diri mereka. Ini yang mendorong saya memilih film Pindah Planet sebagai tempat kami belajar bersama anak remaja.
Selama 20 menit pemutaran film ini, para remaja nampak menyimak dengan serius. Beberapa menganggukan kepala di beberapa scene film dan lainnya tertawa malu-malu. Saya penasaran apa yang mereka pikirkan, sempat terpikirkan mungkin saja apa yang ditampilkan dalam fillm Pindah Planet pernah mereka alami dalam hidup mereka. Karena itu pada akhir film, saya mengajak mereka menuliskan pemikiran mereka di kertas. Menuliskan di kertas terasa akan lebih mudah bagi mereka.
” Dari film ini, saya mendapatkan pelajaran bahwa dalam pacaran kita harus bisa menjadi pasangan yang baik bagi pacar kita dan memberikan ruang yang positif “ tulis Siska, 15 tahun
“Dari film ini saya belajar bahwa memiliki sahabat yang bisa saling mendukung dan menjaga walaupun kita ada masalah adalah hal yang sangat berharga “ tulis Wina,17 .
Kami mendiskusikan mengenai harapan-harapan mereka dimasa depan sebagai anak muda, harapan untuk mendapatkan akses pendidikan, kesehatan yang layak serta kesempatan yang sama dengan anak-anak remaja lain adalah hal yang paling mereka inginkan.
‘Saya harap anak-anak di panti asuhan seperti kami kak, juga diberikan jalan buat pendidikan yang kalau bisa sampai kuliah juga soal fasilitas kesehatan yang terjangkau’ kata Yusuf, 17 tahun dari Panti Asuhan Yahya
Saya antuasias mendengar dan mengamati mereka menyampaikan harapan dan bertukar pikiran . Di antara 10 hak anak, yaitu hak bermain, hak untuk mendapatkan Pendidikan, hak atas perlindungan, hak untuk mendapatan nama (identitas), hak mendapatkan status kebangsaan, hak untuk mendapatkan makanan, hak atas akses kesehatan, hak untuk rekreasi, hak atas kesetaraan dan hak atas peran dalam pembangunan , semuanya masih perlu lebih didengarkan dan dipenuhi hak-nya. Bersama-sama kami menitipkan harapan itu dalam bentuk video .
Menonton film dan mendengarkan dongeng melalui layar menjadi cara bertualang yang benar-benar baru dan membuat perayaan hari anak nasional di masa pandemi Covid-19 tetap seru.
Penulis : Lani Mokonio
Editor : Lian Gogali