Gempa Megathrust dan Tsunami Besar, Intai Pulau Sulawesi

0
5268
Abang Mansyursyah, peneliti geologi Sulawesi dan tim ahli ekspedisi Poso sedang mengamati struktur batuan yang menunjukkan pembentukan Pulau Sulawesi . Foto : Dok.Ekspedisi Poso

Ancaman gempa megathrust dan tsunami di sekitar Pulau Sulawesi, ada dan nyata.

Prof. Adi Maulana, Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanudin Makasar, pernah mengingatkan ancaman gempa megathrust mengintai Pulau Sulawesi . Pernyataan ini yang dimuat di Fajar.co.id tanggal 5 Agustus 2019. Kita harus berterimakasih karena Prof. Adi telah mengingatkan akan adanya ancaman mengerikan yang ada di sekitar Pulau Sulawesi.

Gempa bumi megathrust adalah gempa yang sangat besar, bermagnitudo lebih dari 8. Gempa seperti ini, umumnya terjadi di zone subduksi. Karenanya, zone subduksi biasa juga disebut zone megathrust.

Di peta, zone subduksi ditandai dengan garis dan segitiga warna hitam.

Pulau Sulawesi sudah pernah dilanda gempa megathrust. Satu diantaranya adalah yang terjadi pada 1939. Magnitudonya 8,1. Pusat gempanya di kedalaman 150 km. Episenter gempanya di Teluk Tomini, di lepas pantai Gorontalo. Gempa ini tidak menimbulkan tsunami karena pusat gempanya berada di zone Benioff, yakni bagian lempeng tektonik yang menunjam jauh ke dalam bumi.

Dari Gambar di samping, diketahui bahwa di sekitar Pulau Sulawesi ada 3 zone subduksi atau zone megathrust, yang bisa menimbulkan gempa tektonik dengan magnitude lebih dari 8 . Magnituto yang kemungkinan besar diikuti dengan gelombang tsunami yang tinggi. Ketiga zone tersebut adalah  Zone Megathrust Laut Sulawesi,  Zone Megathrust Teluk Tomini , dan  Zone Megathrust Morowali-Kendari.

Zone Megathrust Laut Sulawesi

Zone ini membujur timur – barat di Laut Sulawesi, di sebelah utara Pulau Sulawesi. Potensi gempa dan tsunami di zone ini merupakan ancaman bencana besar gempa dan tsunami di wilayah pesisir Kab. Tolitoli dan Kab. Buol Sulteng serta wilayah pesisir Gorontalo dan Sulut bagian utara.

Zone Megathrust Teluk Tomini

Zone ini membujur utara – selatan di sebelah timur Teluk Tomini, di sekitar batas Teluk Tomini dengan Laut Maluku. Potensi gempa dan tsunami di zone ini merupakan ancaman bencana besar gempa dan tsunami di wilayah pesisir Sulut bagian timur dan selatan, Gorontalo bagian selatan, Maluku Utara bagian barat, semua pulau di Teluk Tomini, Kepala Burung Kab. Banggai, Kab. Bangkep bagian utara dan Kab. Balut bagian utara.

Baca Juga :  Bertutur Bencana dan Merekam Peristiwa Sehari-Hari Lewat Film

Zone Megathrust Morowali-Kendari

Zone ini membujur melengkung utara – selatan, di perairan laut sebelah timur Kab. Morowali sampai Kota Kendari, Sultra. Potensi gempa dan tsunami di zone ini merupakan ancaman bencana besar gempa dan tsunami di wilayah pesisir dan semua puau-pulau kecil di Kab. Morowali serta Kab. Konawe Utara dan Kota Kendari beserta semua pulau-pulau kecilnya.

Pulau Sulawesi tidak berhenti diri gempa akhir 2020 hingga awal 2021. 15 Januari 2021 pukul 02.28, gempa dengan magnitudo 6.2, kedalaman 10 km dan pusat gempa di 6 km arah timur laut Majene, diperkirakan disebabkan oleh Sesar Naik Mamuju (Mamuju Thrust). Informasi awal dari PUSDALOPS-PB BNPB menyebutkan gempa yang dirasakan hingga skala MMI IV-V mengakibatkan korban jiwa  yakni 3 orang meninggal dunia, 24 orang luka-luka dan kurang lebih 2.000 orang mengungsi. Korban jiwa mungkin lebih banyak saat tulisan ini diterbitkan.

Gempa dengan Magnitudo 6 lebih bukan hal pertama yang terjadi di wilayah ini.  Dalam sejarahnya, menurut data BMKG 2018, gempa bumi di Provinsi Sulawesi Barat pernah memicu terjadinya tsunami pada tahun 1928, 1967, 1969 dan 1984. Namun yang memiliki catatan jelas dimulai tahun 1967 hingga 1984.

Tanggal 11 Apr 1967 , jam: 05.09.11 UTC , di Episenter: 119,3 BT dan 3,7 LS , terjadi gempa dengan Magnitudo 4,9, kedalaman 51 km. Gempa ini berdampak kerusakan kampung-kampung di wilayah pesisir antara Tinambung – Campalagian, korban tewas 58 orang, luka 100 orang, hilang 13 orang.

Tanggal 23 Februari 1969 , jam: 00.36.56 UTC di Episenter: 118,5 BT dan 3,1 LS , gempa berkekuatan Magnitudo 6,1 dengan kedalaman 13 km. Gempa mengakibatkan bangunan yang rusak berjumlah 1.287 buah, terutama di Kota Majene. Di Campalagian, Wonomulyo dan Polewali Polman juga rusak beberapa bangunan termasuk Mesjid Jami’ Tanro Polewali rusak berat. Korban tewas 64 orang dan luka 97 orang.

Tanggal 8 Januari 1984 , jam: 15.24.14 UTC , di Episenter: 118,81 BT dan 2,82 LS , gempa berkekuatan Magnitudo 6,0 di kedalaman 33 km. Dampaknya bangunan yang rusak berjumlah 689 ( bangunan pemerintah, rumah warga dan rumah ibadah). Terjadi longsor di Tappalang. Korban tewas 2 orang, luka parah 23 orang dan luka ringan 84 orang.

Baca Juga :  Puting Beliung di Poso dan Siklus Tropis Surigae

Mengawali tahun 2021, tanggal 4 Januari, sekitar pukul 03:13 wita, masyarakat di 3 desa yakni desa Kurisa, desa Fatufia dan desa Lele kecamatan Bahodopi, kabupaten Morowali merasakan gempa bumi berkekuatan magnitudo 4,9. BPBD Morowali mencatat ada dua rumah di Desa Kurisa mengalami rusak sedang dan 26 petak kos-kosan rusak berat, dua rumah rusak sedang di Desa Fatufia dan satu tempat servis barang elektronik rusak ringan. Selain itu terdapat satu orang warga yang mengalami luka ringan.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Palu. Cahyo Nugroho mengemukakan, peristiwa itu merupakan gempa dangkal dari aktivitas sesar lokal berpusat di Teluk Tolo dengan kedalaman 10 kilometer di bawah laut arah Timur Bahodopi. Setelah gempa M 4,9 itu, BMKG mencatat, pada pukul 02.27 WITA hingga pukul 06.15 WITA tercatat ada enam kali gempa susulan dengan magnitudo 3,4 sampai 4,9 di wilayah Kabupaten Morowali.

BMKG menyebut, gempa Morowali ini merupakan aktivitas sesar Segmen Geresa. Pusat gempa berada di darat pada kedalaman 16 kilometer sekitar empat kilometer arah tenggara Bahodopi. Terletak pada koordinat 2,80 LS – 122,20 BT tepatnya di laut lepas pantai Morowali pada jarak 8 km arah timur Bahodopi pada kedalaman 10 km, dirasakan dalam skala intensitas V-VI MMI di Bohodopi, dan III MMI di Bungku.

Di kabupaten Tolitoli, bumi juga berguncang. Pagi hari tanggal 11 Januari 2021 sekitar pukul 07:57 wita, gempa bumi dengan magnitudo 5,0 membuat panik warga. Episenter gempa berada di laut pada jarak 86 km arah Barat Kota Toli- Toli, pada kedalaman 47 km. Daryono mengatakan, berdasarkan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa Laut Sulawesi ini merupakan jenis gempa dangkal (shallow earthquake) yang dipicu aktivitas subduksi Lempeng Laut Sulawesi ke bawah lengan utara Pulau Sulawesi.  Sebelumnya diakhir tahun 2019 tepatnya pada tanggal 31 Desember gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 5,1 juga mengguncang Tolitoli 

Baca Juga :  Melukis Ancaman Lingkungan di Atas Jembatan Pamona

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Palu mencatat. Sepanjang tahun 2020, terjadi 1.317 kali gempa di Sulawesi Tengah, sumbernya masih didominasi oleh  patahan Palu Koro yang menyebabkan gempa dahsyat pada 28 September 2018 lalu.

Salah satu contoh gempa megathrust adalah gempa Aceh pada 26 Desember 2004, Magnitudonya 9,2 dan disusul tsunami dengan tinggi gelombang 30 m. Wikipedia menyebutkan “Gempa Aceh 26 Desember 2004 pukul 08:58:53 WIB berpusat di zone subduksi. Dalam hal ini, lempeng India-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Episentrum gempa terletak di Samudra Hindia pada koordinat 95,854 derajat BT dan 3,316 derajat LU dengan kedalaman pusat gempa 30 km. Magnitudo gempa 9,2. Intensitas gempa IX MMI.

Peristiwa gempa bumi di Aceh ini adalah gempabumi terbesar ketiga yang pernah tercatat di Seismograf. Gempa ini menyebabkan seluruh planet bumi bergetar 1 cm (0,4 inci) dan memicu aktivitas gempa di berbagai wilayah, termasuk di Alaska. Terjadi retakan yang memanjang di sekitar garis zone subduksi (bagian utara Zone Megathrust Sunda)

Panjang retakannya sekitar 1.300 km (810 mil) yang menyebabkan durasi gempa berlangsung lama, yakni 8,3 – 10 menit. Gempa ini memicu tsunami setinggi 30 m. Menewaskan 230.000 – 280.000 jiwa di 14 negara. Tsunaminya merambat jauh sampai pantai Afrika Selatan. Di Prov. Aceh sendiri, korban jiwa sekitar 130.000 jiwa. Juga, menenggelamkan sejumlah permukiman di wilayah pesisir.

Belajar dari pengalaman megathrust di Aceh yang sangat mungkin terjadi di Sulawesi, tidak ada jalan lain bagi setiap warga yang tinggal di Sulawesi, tidak ada pilihan lain dalam konsep pembangunan pemerintahan di Sulawesi.  Segeralah menyusun program-program pengurangan risiko bencana (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan/peringatan dini).

Penulis : Drs. Abdullah, MT

Editor : Lian Gogali

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda