Pemda Poso Abai, Cagar Budaya di Poso Semakin Terancam

0
1830
Tampak udara tebing bukit karst lokasi situs kubur prasejarah Toyali yang terdampak pembuatan jalan oleh PT. Poso Energy, Minggu, 14 Februari 2021. (Foto: Yoanes Litha)

“Pemerintah daerah juga punya peran penting dalam mencatat hingga melestarikan situs cagar budaya di wilayah mereka. Yang punya situs adalah pemerintah. Yang menetapkan situs sebagai cagar budaya adalah pemda bukan BPCB. Kalau semua diserahkan kepada kami. Kami sangat terbatas”(Romi Hidayat/BPCB Gorontalo)

Situs kubur pra sejarah Toyali mengalami kerusakan . Kerusakan situs  diduga akibat pembuatan jalan perusahaan. Situs ini sudah masuk daftar registrasi cagar budaya nasional dan terverifikasi dengan No ID Objek PO2017033001081 Tahun 2017. 

“Pak, sudah dibangun jalan ( di dekat Ceruk Toyali )” demikian juru pelihara ( jupel ) melaporkan pada Romi Hidayat, kepala Unit Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya pada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulutenggo. Laporan ini mengagetkan.

Pasalnya, dalam pertemuan dengan pemerintah kabupaten Poso untuk membicarakan Yondo mPamona yang akan dibongkar , BPCB Sulutenggo  sudah mewanti PT Poso Energi agar melakukan konfirmasi dengan BPCB Gorontalo apabila menemukan situs di sepanjang DAS sungai Poso yang akan mereka keruk.

“Waktu itu pihak perusahaan mengatakan hanya akan melakukan pengerukan disepanjang sungai. Aktifitasnya hanya di sungai , menggunakan perahu. Itu berarti aktifitasnya hanya di sungai. Tapi tiba-tiba dikagetkan dengan laporan jupel  ”kata Romi. 

Dalam komunikasi sebelumnya, pihak BPCB Gorontalo juga  sudah meminta agar diberitahu rencana detail bila ada aktifitas disekitar situs untuk mereka pelajari terlebih dahulu.

Mengutip https://www.voaindonesia.com , kerusakan di situs Toyali, pertama kali dilaporkan warga kepada Aliansi Masyarakat Adat Sulteng pada 27 Januari 2021. Kerusakan Ceruk Toyali,  menimbulkan kesedihan dan kekecewaan warga yang selama ini berupaya menjaga kelestarian situs itu. Tadanugi, warga kelurahan Tendeadongi, menjelaskan Ceruk Toyali sebelumnya berada di tempat yang terlindung dari sinar matahari. Namun, situs itu menjadi terbuka karena pengerukan yang menggunakan alat berat

Baca Juga :  Berteologi Kontekstual Pembebasan dalam Kemiskinan

“Yang menjadi keresahan kami, terus terang, perusahaan ini tidak menghargai leluhur kami yang sudah lama di kubur-kubur orang tua kami yang ada di sini,” katanya.

Papan Peringatan larangan aktivitas di area situs Toyali dengan radius pengamanan 20 meter dengan latar alat berat ekskavator beraktivitas di kejauhan. Minggu, 14 Februari 2021. (Foto: Yoanes Litha)

Ceruk Toyali ini terletak pada ketinggian 527 Mdpl, tepatnya berada di sebelah Barat tepi sungai Poso, Kelurahan Tendeadongi, Kecamatan Pamona Utara. Ceruk ini berada dibawah tebing yang terbentuk dari batuan kapur. Untuk menuju ceruk ini harus melewati perkebunan masyarakat. 

Dimasa lalu, ceruk ini difungsikan sebagai tempat penguburan.  Di situs Toyali , masih bisa menemukan sisa-sisa aktifitas penguburan berupa tengkorak kepala yang tersebar di sepanjang pinggir sungai. Tulang-tulang yang berserakan dalam kondisi yang rapuh. 3 buah belanga tanah yang kondisinya sudah pecah, satu buah piring kaleng, satu buah mangkuk dari tanah liat, 3 buah gelang perunggu, dan 4 buah manik-manik gelang. 

Di situs ini ada pula sekitar 13 peti jenazah yang kondisinya sudah hampir hancur karena pelapukan. Di salah satu peti itu ditemukan ukiran kepala kerbau yang sama seperti peti yang ditemukan di situs Makilo, desa Boe kecamatan Pamona Selatan. Arkeolog Museum Sulawesi Tengah, Iksam Djorimi mengatakan, ornamen kerbau pada peti mati yang ditemukan di situs-situs penguburan tua di Poso mirip dengan peti kayu yang ditemukan di Kamerun dan India. Menurut Romi Hidayat, dahulu, sebelum agama samawi datang, masyarakat mempercayai kerbau adalah tunggangan ke alam nirwana. 

Tuanya peradaban di pinggir danau Poso tidak mengherankan. Sebab posisinya yang berdekatan dengan sumber peradaban megalith di lembah Bada dan Behoa serta Pekurehua memungkinkan adanya interaksi antar warga dimasa lalu ketika terjadi penyebaran atau migrasi manusia.

Baca Juga :  Peneliti : Pengerukan dan Bendungan PLTA Merusak Habitat Danau Poso

Berbeda dengan situs prasejarah di lembah Lore yang sebagian besar sudah dicatat. Situs-situs di sekeliling danau Poso baru sebagian kecil yang masuk dalam daftar situs yang dilindungi. Situs Makilo di desa Boe,  misalnya. Lokasi pekuburan yang berisi ribuan tengkorak itu belum terdaftar di dokumen resmi BPCB Gorontalo. 

Berkaca dari peristiwa rusaknya situs ceruk Toyali, keberadaan situs-situs lain di pinggir sebelah timur dan barat danau Poso juga kini terancam. Terutama oleh rencana pembangunan jalan serta tanggul keliling danau Poso atau proyek lain yang beberapa waktu belakangan mulai terdengar. Lemahnya kedudukan situs-situs itu dari sisi hukum membuat mudah bagi pihak manapun untuk menyingkirkannya.

Sebagai catatan, berdasarkan data BPCB Gorontalo tahun 2014. Dari 87 situs yang dilindungi di kabupaten Poso, 10 situs ada di kecamatan Pamona Puselemba, yakni :

  1. Gua Pamona
  2. Rumah AC Kruyt
  3. Ue Datu
  4. Menhir Pamona
  5. Ceruk Latea 1 dan Gua Latea
  6. Ceruk Tangkaboba
  7. Arca Kerbau Peura
  8. Gua Tangkaboba
  9. Watu mPangasa Angga
  10. Watu Rumongi

Sebenarnya jumlah situs bersejarah di pinggiran danau Poso masih banyak. Dalam perjalanan Ekspedisi Poso tahun 2019, Iksam Djorimi mencatat, selain situs yang sudah didata oleh BPCB, masih ada 15 situs yang penting dalam sejarah peradaban di danau Poso. Namun situs-situs ini belum terdaftar didalam peta sistem registrasi nasional cagar budaya.

Berikut adalah situs-situs di pinggir danau Poso yang belum terdaftar di sistem registrasi nasional cagar budaya.

  1. Tando Bancea, desa Bancea
  2. Ngoyontava
  3. Makilo, desa Boe
  4. Bukit Lamusa, desa Korobono
  5. Gua Tangkadao
  6. Wawondoda I
  7. Wawondoda II
  8. Gua Kandela I
  9. Gua Kandela II
  10. Watu mPogaa, kelurahan Pamona
  11. Posunga Kodi, kelurahan Pamona
  12. Posunga Bangke, kelurahan Pamona
  13. Gua Tonoha
  14. Gua Labu I
  15. Gua Labu II
Baca Juga :  Sempadan Danau Poso : Menjaga Hak Hidup Warga atau Untuk Keuntungan Investor ?

Dalam wawancara dengan mosintuwu.com, Romi Hidayat mengatakan, pihaknya belum melakukan pendataan situs-situs lain di pinggir danau Poso. Dia mengatakan, selain keterbatasan personil, mereka juga mengalami kesulitan anggaran untuk melakukan itu. Romi berharap, pemerintah daerah mengambil peran dalam melindungi situs maupun cagar budaya lain yang ada di kabupaten Poso.

Jika dugaan rusaknya situs Toyali akibat proyek pembangunan jalan oleh perusahaan PLTA sempat luput dari perhatian karena letaknya yang jauh dari pemukiman. Kini situs Gua Pamona sedang dalam ancaman juga. Proyek pengerukan sungai danau Poso oleh PT Poso Energi yang bertajuk penataan sungai Poso telah berada di wilayah zona penyanggah gua Pamona. 

Kesaksian sejumlah nelayan toponyilo yang setiap hari mencari ikan di sekitar wilayah itu menyebutkan, sejumlah pipa telah dipasang di batu-batu di dasar sungai. Dalam suratnya kepada Direktur PT Poso Energi, Majelis Sinode GKST meminta agar pekerjaan pengeboran itu dihentikan karena khawatir bisa merusak Gua Pamona. Selain itu, Sinode GKST juga mengingatkan kembali pihak perusahaan bahwa dalam sosialisasi proyek pengerukan itu, mereka hanya menyebut akan mengeruk sedimen, bukan menghancurkan batu-batu didasarnya.

Cristian Bontinge, ketua adat Kelurahan Pamona menceritakan pengalamannya puluhan tahun lalu ketika memasuki Gua Pamona. Di dalam Gua Pamona terdapat beberapa ruang yang masuk ke arah sungai danau Poso. 

” Sewaktu berada di dalam Gua Pamona, pada ruang goa yang semakin dalam kita akan mendengar suara air mengalir  diatas kita. Sehingg,  kalau ada aktifitas yang bisa membuat batu-batu di sungai itu pecah, Gua Pamona pasti rusak. Kita tidak tahu dampak apa lagi yang akan terjadi bila itu terjadi”kata ngkai Bontinge.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda