Anak Muda Adat Poso : Tolak Nama Yondo mPamona di Jembatan Poso Energy

0
1411
Puluhan anak muda gelar aksi budaya tolak penamaan Yondo mPamona pada jembatan buatan Poso Energy. Foto : Dok. MADP

Dalam orasi kebudayaan di Taman Kota Tentena 24 Maret 2018, maestro budaya Poso Yustinus Hokey mengatakan“Jembatan Pamona bukan sekedar bangunan kayu yang menjadi tempat penyeberangan. Jembatan ini  sudah menjadi satu-satunya peninggalan budaya Mesale (kerjasama/gotong royong) orang-orang di sekeliling danau yang masih tersisa”

Jembatan Pamona yang sejarahnya dibangun sejak tahun sebelum kemerdekaan adalah simbol kebersamaan dan persatuan masyarakat Poso yang ada dipinggir Danau Poso. Namun pada 20 November 2019 simbol Mesale itu dibongkar oleh pemda Poso bersamaan dengan proyek pengerukan Sungai Poso oleh PT Poso Energi.

Di lokasi bekas Yondo mPamona itu kemudian dibangun jembatan baru berkonstruksi besi oleh PT Poso Energi. Jembatan ini rencananya akan diresmikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahudin Uno. Di bagian dinding luar sebelah selatan jembatan ini dituliskan “YONDO MPAMONA”. Seakan hendak mengatakan kalau bangunan ini adalah Yondo mPamona yang sebelumnya dikenal oleh masyarakat. Pemberian nama Yondo mPamona pada jembatan buatan Poso Energy ditolak masyarakat adat Danau Poso. Penolakan ini disampaikan dalam serangkaian aksi budaya megilu oleh anak-anak muda dari beberapa desa , Sabtu 22 Januari 2022. Mereka menamakan diri Tau Mangura atau Anak Muda Masyarakat Adat Danau Poso. Megilu adalah tradisi masyarakat dipinggir Danau Poso untuk mengadukan persoalan yang sedang terjadi kepada penguasa atau kepada alam semesta.

Rian Ranonto, kordinator lapangan Tau Mangura Masyarakat Adat Danau Poso mengatakan, menolak jembatan buatan PT Poso Energi itu dinamai Yondo Pamona. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan sejarah berdirinya Yondo Pamona yang kaya akan nilai-nilai budaya orang Pamona dipinggir Danau Poso.

Baca Juga :  Festival Tradisi Kehidupan : Komitmen Para Tetua Adat Pamona Menjaga Tradisi

“Kami menolak nama Yondo Pamona dipakai untuk jembatan baru itu, karena tidak sesuai dengan sejarahnya yang dulu dibangun dengan semangat kebersamaan seluruh masyarakat di pinggir Danau Poso”kata Rian. Meski menolak nama Yondo Pamona dipakai, namun dia menegaskan tidak menolak acara seremoni peresmian itu. Menurutnya itu adalah hak pemda Poso.

Jekson, anak muda dari Didiri mewakili yang lainnya membacakan sejarah Yondo mPamona yang berubah menjadi jembatan buatan Poso Energy, ditulis oleh Yombu Wuri, tetua masyarakat adat danau Poso.

Di bawah terik matahari, Jeckson membacakan Yondo mPamona memiliki nilai sangat tinggi. Untuk membangunnya dibutuhkan semangat Mesale tinggi bahkan total. Mesale total itu berhasil berkat budaya Sintuwu yang dihidupi masyarakat pada waktu itu. Budaya Sintuwu itu terlihat dari kayu-kayu pilihan yang dibawa masyarakat desa-desa pinggir Danau Poso untuk menjadi bahan konstruksi Yondo Pamona. Bukan hanya menyumbang material, untuk membangunnya, masyarakat juga menyumbangkan tenaganya. Masing-masing desa diberikan tugas untuk menyelesaikan bagian-bagian tertentu dari jembatan sesuai keahliannya. Menurut cerita, leluhur masyarakat adat Danau Poso membangun jembatan ini selama 1 tahun. Yondo mPamona , karena itu menjadi simbol semangat gotong royong.

“Jadi kalau kami mau menceritakan kepada anak cucu bagaimana sesungguhnya semangat gotong royong itu? tidak hanya bicara. Kami bawa mereka ke Yondo Pamona, baru kami ceritakan bagaimana dahulu leluhurnya membangun jembatan itu” demikian tulis Yombu Wuri.

Baca Juga :  Galeri Hasil Bumi Poso di Festival

Simbol Mesale terakhir itu sudah dibongkar. Kini ada upaya untuk mengubah cerita sejarahnya. Dari sebuah karya yang dibangun masyarakat dengan semangat Mesale menjadi jembatan yang dibangun oleh sebuah korporasi.

Inilah yang membuat sejumlah anak muda yang memiliki kepedulian akan sejarah leluhurnya merasa perlu untuk menyuarakan penolakan nama Yondo mPamona . Penamaan Yondo mPamona pada jembatan yang dibangun oleh perusahaan dirasakan ironis karena nama Yondo mPamona yang kaya nilai sejarah dipakai untuk sebuah bangunan yang didirikan oleh sebuah korporasi yang hendak mengeksploitasi sungai dan Danau Poso.

Sambil membentangkan spanduk bertuliskan “ Menolak jembatan buatan Poso Energy diberi nama Yondo mPamona” membelakangi jembatan buatan Poso Energy, puluhan anak muda menyampaikan pendapat mereka. Tomsil, seorang anak muda dari Buyungkatedo yang ikut dalam aksi mengingatkan Pemerintah Poso untuk menjaga sejatah dan nilai budaya Poso .

“Kalau sejarah dan budaya Poso hilang, itu sama seperti kita kehilangan rumah” ujarnya

Megilu dilakukan dengan membentangkan kain bertuliskan penolakan penggunaan nama Yondo Pamona sebagai nama jembatan buatan PT Poso Energi. Kegiatan itu dilakukan mulai pukul 10:00 wita sampai 12:00 wita. Di jalan masuk pusat taman kota dekat kantor Poso jejeran foto-foto Yondo mPamona di masa tahun 1920-an hingga tahun 2019 sebelum dibongkar. Sementara di jalan masuk taman kota yang berhadapan dengan kantor polisi sektor Pamona Utara dipasang proses pembongkaran Yondo mPamona oleh Poso Energy. Di panggung musik, tampil Guritan Kabudul band indie dari Tentena dan Sentimental Kampung Halaman, band indie dari Poso. Keduanya menyanyikan lagu tentang Yondo mPamona dan Tana Poso. Dihadiri ratusan orang, panggung musik diisi juga dengan pemutaran video dukungan dari beberapa komunitas yang ikut menolak penamaan Yondo mPamona di jembatan buatan Poso Energy.

Baca Juga :  Menilik Rancangan Sempadan Danau Poso : Untuk Siapa?

“Suara kami ini suara perjuangan, bukan untuk minta imbalan” demikian penggalan lagu yang mengakhiri panggung musik yang digelar anak muda dari Poso dan Tentena ini.

Rian menegaskan sebagai anak muda masyarakat adat, mereka tidak ingin masa depan mereka kehilangan jejak sejarah dan tidak memiliki nilai budaya. Sejarah dan nilai budaya yang ada di Yondo mPamona karena itu sangat penting bagi anak-anak muda masyarakat adat supaya mereka bisa tetap memiliki identitas Pamona Poso. Penamaan Yondo mPamona di jembatan buatan Poso Enegy adalah cara menghilangkan sejarah dan menghapus nilai budaya Pamona.

“Kami menolak lupa, kami ingin sejarah Yondo mPamona dan nilainya tetap jadi milik kami anak-anak muda generasi di Poso “ tegasnya. Menolak penamaan Yondo mPamona di jembatan Poso Energy adalah cara mereka menjaganya sejarah dan nilainya.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda