Hampir semua orang Poso pasti bisa menyanyikan tembang satu ini. Kalau sedang berkumpul, coba nyanyikan bait pertama, orang-orang disekitar akan menyambungnya, sahut menyahut. Ya, Doni Dole jadi semacam lagu wajib para penyanyi terkenal Indonesia yang tampil di Poso. Deretan penyanyi terkenal mulai dari Robi Navicula, Slank hingga Iwan Fals melantunkannya diatas panggung.
Tapi banyak mungkin yang tidak tahu, Doni Dole terinspirasi dari 3 orang perempuan desa Dulumai, sebuah desa dipinggir Danau Poso, diujung selatan kecamatan Pamona Puselemba. Yustinus Hokey berasal dari desa ini.
Dia menciptakan Doni Dole tahun 1981. Tapi apa sih Doni Dole itu? Menurut penjelasan yang ditulisnya. Doni Dole adalah kata Ledoni yang dibolak-balik. Coba ucapkan kata ‘Doledoni’ berulang-ulang.
Yustinus Hokey bercerita, 3 orang perempuan yang sudah ditinggal suaminya itu kerap mo Ledoni. Untuk menghibur diri dan anak-anak mereka serta keluarga besar yang ditinggalkan. Nyanyian itu jadi semacam penguat bagi mereka. Dia beruntung masih sempat bertemu dan berdiskusi dengan seorang diantaranya.
Dari perempuan tua itu, pengetahuannya tentang Ledoni semakin dalam dan melahirkan banyak karya yang dikemudian hari mengantarkan predikat Maestro Budaya Poso dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2017.
Ledoni sendiri adalah nyanyian. Mo Ledoni artinya menyanyikan syair seperti Kayori. Jadi Doni Dole hanyalah satu dari banyak Ledoni lainnya. Dalam banyak bagian kehidupan masyarakat Poso, Ledoni memiliki tempat sangat penting. Dia jadi seperti hal yang selalu ada. Misalnya di pesta kawin, Molanggo atau malam memasak sebelum menanam hingga perayaan duka cita.
Seperti beberapa tradisi di tempat lain, Doni Dole jadi senandung yang biasanya dipakai ibu atau nenek untuk menidurkan anak cucu. Syair atau kayorinya bisa berbeda-beda. Umumnya yang dipakai adalah lirik versi Yustinus Hokey.
7 nada diatonis dengan ketukan birama 2/2 membuat siapapun mudah menyanyikannya. Tidak perlu suara melengking tinggi. Kita yang punya suara pas-pasan akan terdengar enak juga didengar asal menyanyikannya dengan benar.
Doni Dole Doni Dole
Lingurayaku mabalo (Hatiku bingung membidik)
Ganci, ganci moe ri pembayo (Gasing berputar diatas cermin)
Nidole sa’i jai tua’i (Bersenandunglah saudaraku)
Doni dole sa’i (Bersenandunglah)
Donidole donidole
Ganci kutoro tatogo (Gasing kulepas tiga)
Mompangenge lintu kojo (Berputar sangat stabil)
Nidole sa’i ja’i tua’i (Bersenandunglah saudaraku)
Doni Dole sa’i (Bersenandunglah)
Doni Dole doni Dole
Se’imo kita sangkompo (Inilah kita bersaudara)
Ne’e mombeto’o-to’o (Tak boleh saling menjelekkan saudara)
Nidole sa’i ja’i tua’i (Bersenandunglah saudaraku)
Donidole sa’i (Bersenandunglah)
Syair Doni Dole ditulis Yustinus Hokey untuk mempromosikan potensi pariwisata di kabupaten Poso yang ditayangkan stasiun TVRI Manado dalam paket Bhineka Tunggal Ika tahun 1981. Kala itu Norsan Tantotosi, Wati Daewangga, Josephine Tacoh dan Anneke Wenas, empat penyanyi terkenal di Poso menyanyikannya di Yondo mPamona. Sayangnya rekaman siaran acara saat itu sulit ditemukan saat ini.
Di Youtube, berseliweran lagu Doni Dole. Sayangnya, banyak yang hanya menulis, NN atau No Name atau tidak mengetahui siapa penciptanya. Tentu bukan hanya Doni Dole, banyak karya-karya lainnya yang sekedar dinyanyikan tanpa si penyanyi atau produser mencari informasi pengarangnya.
Meski syair ditulisnya tahun 1981, sebenarnya idenya diambil Yustinus Hokey dari cerita tentang 3 orang perempuan di kampung kelahirannya, desa Dulumai kecamatan Pamona Puselemba sekitar tahun 1949.