Mikroplastik, Ancaman Baru Bagi Lingkungan dan Kesehatan di Danau Poso

0
1371
Temuan mikroplastik dari sungai Danau Poso di laboratorium . Foto : Ecoton

“Plastik kresek yang kita gunakan, bisa jadi berakhir di perut kita juga” ujar Prigi Arisandi.  Ucapan Prigi sesaat terdengar berlebihan. Memangnya siapa yang makan plastik sekali pakai?

Ketidaksadaran bahwa tubuh kita bisa jadi sudah mengkonsumsi mikroplastik seringkali mendorong orang masih acuh dengan bahaya plastik sekali pakai. Mikroplastik, sebuah benda kecil berupa potongan atau serpihan plastik berukuran kurang dari 4,8 milimeter. Didalamnya terkandung banyak bahan kimia berbahaya, diantaranya Polychlorinated Biphenyls (PCB) yang jadi penyebab beberapa penyakit degeneratif seperti, kanker, penurunan daya tahan tubuh, peningkatan risiko penyakit jantung, hipertensi, diabetes, gangguan sistem reproduksi, dan gangguan sistem syaraf.

Dari mana asal bahan berbahaya itu?

“Asalnya dari kita sendiri. Dari plastik sekali pakai yang kita gunakan untuk berbelanja, atau bungkus makanan” jelas Prigi dalam percakapan di radio Mosintuwu yang dimoderatori Lian Gogali. Kebiasaan pakai plastik berlebihan, terutama tas kresek atau plastik sekali pakai dan cara pengelolahan plastik yang buruk jadi sebab utama tingginya pencemaran mikroplastik di sekitar kita. Terutama di sungai dan Danau Poso. Selain banyak hal lain, kita juga kekurangan literasi soal ini.

Mikroplastik memang masih jadi kosakata asing atau jarang diucapkan dalam percakapan sehari-hari di kabupaten Poso. Kurangnya informasi tentang hal ini menyebabkan banyak yang akhirnya tidak perduli dan menganggapnya tidak mempengaruhi hidup mereka.

Dalam perjalanan ke beberapa desa di wilayah Poso Pesisir bersaudara, Pamona bersaudara maupun Lore Selatan dan Lore Barat, penulis dan para pegiat Institut Mosintuwu mencoba menanyakan kepada peserta Sekolah Pembaharu Desa (SPD) apakah mereka tahu tentang mikroplastik, sumbernya dan dampaknya?. Hampir seluruhnya menjawab belum. Dengan percaya diri para ibu menjelaskan bagaimana mereka mengelola sampah plastik.

“Jadi, sampah plastik, mulai dari popok bekas, bungkus shampo dan sabun atau botol-botol air bekas saya kumpul dan bakar di sudut. Karena itu halaman rumah jadi bersih”kata ibu Fien, seorang gembala dari Bada.

Fien dan banyak keluarga lainnya masih belum menyadari bahwa membakar sampah tidaklah menghilangkah mikroplastik. Sebaliknya, menyebabkan sampah plastik yang dibakar menyebar di udar dan dihirup oleh manusia. Pada titik itulah kita mengkonsumsi sampah plastik. Dengan kata lain, plastik yang kita gunakan dikembalikan ke tubuh kita.

Survey yang dilakukan di Sungai Poso pada akhir tahun 2022, di wilayah kelurahan Pamona dan Sangele kecamatan Pamona Puselemba menemukan tingginya kandungan mikroplastik.  Temuan ini menunjukkan banyak persoalan lingkungan yang terjadi tanpa kita sadari.

“Kami mengambil contoh air danau Poso di tiga lokasi yaitu Jembatan Tentena 1 dan 2, lokasi ketiga di Pangkalan Nelayan Yosi, Kelurahan Pamona, kami mengukur kualitas air, inventarisasi serangga air dan uji mikroplastik” ungkap Eko Kurniawan, Peneliti  Mosintuwu.

Hasilnya ditulis dalam bentuk tabel :

Lokasi Fiber Filamen Fragmen Foam Jumlah
Jembatan Tentena 1 24 2 2 0 28
Jembatan Tentena 2 20 16 48 12 96
Pangkalan Nelayan Yosi, Kelurahan Pamona 30 10 10 0 50

Dari tabel diatas terlihat bahwa Danau Poso telah terkontaminasi Mikroplastik dengan rata-rata kandungan mikroplastik dalam air sebesar 58 partikel mikroplastik dalam 100 liter air danau.

Baca Juga :  Paralegal : Tentang Rakyat Yang Berjuang dan Ketidakhadiran Negara

“Jenis partikel terbanyak adalah jenis fiber atau benang-benang yang bisa berasal dari limbah domestic rumah tanggah berupa benang-benang pakaian yang dicuci dan rontok ke selokan dan berakhir di danau Poso,  jenis lain adalah fragmen atau cuilan-cuilan plastik yang berasal dari sampah-sampah plastik yang banyak ditemukan di tepian danau,” Ungkap Prigi Arisandi.

Bagaimana metode yang digunakan untuk menemukan hal tersebut. Prigi menjelaskan tahapannya:

Pertama, mengambil sampel air Danau Poso Sebanyak 50 liter pada 3 lokasi yang berbeda yaitu Jembatan Tentena 1 dan jembatan Tentena 2 di Pamona dan lokasi ketiga di pangkalan nelayan Yosi kelurahan Pamona. Kedua, sampel air diambil dengan menggunakan  Mistiscan yaitu kaleng aluminium steel dengan diameter  10 cm, pada salah satu bagian kaleng ditutup dengan menggunakan screen plankton net ukuran mesh 350 kemudian screen plankton net diikat dengan tali ban. Ketiga, air danau diambil dengan menggunakan ember 10 liter sebanyak 5 kali pengambilan dengan total volume air yang diambil sebanyak 50 liter dimasukkan kedalam kaleng alumium steel yang sudah ditutupi screen plankton net sehingga partikel dalam air akan tersaring dalam screen plankton net. Keempat, partikel yang tersaring dalam screen plankton net  kemudian dilipat agar tidak terkontaminasi partikel plastik di udara dan dimasukkan dalam wadah tertutup. Kelima, partikel yang tersaring dalam screen plankton net dipindahkan kedalam cawan petri dengan pembilasan menggunakan air mineral. Keenam, partikel dalam cawan petri diamati dengan menggunakan mikroskop stereo dengan pembesaran 40 hingga 100 kali

Tingginya kandungan plastik di Sungai Poso terkonfirmasi dalam publikasi riset yang dilakukan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) di tahun 2022. Dalam laporan yang dipublikasikan 29 Desember 2022 lalu menunjukkan, tingginya kandungan mikroplastik dari sungai strategis nasional di lima provinsi di Indonesia. Laporan itu terangkum dalam data yang dihimpun tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022 dan Ecoton ini dilakukan untuk menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional.

Hasilnya, lima provinsi dengan kandungan kontaminasi partikel mikroplastik tertinggi adalah Jawa Timur (6,36 partikel/liter),Sumatera Utara (5,20 partikel/liter),Sumatera Barat (5,08 partikel/liter), Bangka Belitung (4,97 partikel/liter), dan Sulawesi Tengah (4,17 partikel/liter).

Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi menjelaskan, mikroplastik adalah pecahan plastik yang ukurannya kurang dari 0,5 mm. Dengan ukuran yang sangat kecil itu, benda ini dengan mudah masuk ke tubuh ikan atau hewan lain yang kemudian kita makan.

Sebanyak 49,20 persen mikroplastik yang ditemukan di sungai di Indonesia tahun 2022 adalah jenis fiber. Sumbernya dari pencucian kain dan limbah industri yang sebagian besar berbahan fiber. Prigi juga mengatakan, fiber bersumber dari sampah kain yang perlahan-lahan terdegradasi oleh alam.

Jenis mikrolastik kedua berupa filamen dengan kandungan 25,60 persen. Jenis ini berasal dari plastik sekali pakai dan botol plastik. Ketiga adalah fragmen sebanyak 18,60 persen. Mikroplastik jenis ini berasal dari sampah plastik sekali pakai kemasan saset multilayer, tutup botol, serta botol shampo dan sabun.

Data ini menunjukkan semacam anomali. Sebab, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun sebagian besar sungaai di Indonesia masih dipenuhi sampah. Anomali lain, dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia, baru 45 persen yang sudah memiliki peraturan daerah persampahan dan retribusinya.

Baca Juga :  Desa di Kacamata Abu-Abu, Gumul Anak Desa

Bahaya Bagi Manusia Poso

Tanggal 10 November 2022, didampingi Prigi Arisandi, belasan anak muda yang tergabung dalam kelompok Jelajah Budaya melakukan susur sungai. Sasarannya adalah Sungai Poso di wilayah kelurahan Pamona dan Sangele kecamatan Pamona Puselemba.

Tujuannya untuk menguji apakah air di danau dan Sungai Poso masih bersih atau sudah tercemar mikroplastik. Menggunakan alat penyaring berbahan kain halus, mereka mengambil sampel air di 3 titik, yakni jembatan Tentena 1 dan jembatan Tentena 2 di kelurahan Pamona dan Sangele serta di dekat Gua Pamona.

Tim Susur Sungai itu menemukan 58 serpihan partikel mikroplastik berukuran kurang dari 5 milimeter. Hampir 60 persen adalah fiber. 58 partikel itu ditemukan dalam setiap 100 liter air yang mereka uji. Bisa dibayangkan banyaknya mikropastik di Sungai dan Danau Poso saat ini. Selain fiber, jenis mikroplastik lain yang ditemukan tim Susur Sungai adalah Foam, Filamen, dan Fragmen. Dengan ukurannya yang hanya sekitar 0,5 mm, mikroplastik bisa dengan mudah masuk ke tubuh kita, ikan atau hewan lain yang kemudian kita makan.

“Plastik kresek yang kita gunakan, bisa jadi berakhir di perut kita juga” kata Prigi kepada para peserta diskusi Saya Pilih Bumi yang berlangsung di Dodoha Mosintuwu. Dia mengingatkan, plastik sekali pakai bukan hanya berbahaya bagi lingkungan tapi juga kesehatan manusia.

Berdasarkan komponennya, plastik tersusun senyawa utama meliputi styrene, vinil klorida, dan bisphenol A. Apabila tubuh terpapar senyawa tersebut dapat menyebabkan iritasi atau gangguan pernapasan, mengganggu hormon endokrin dan berpotensi menyebabkan kanker.

Dikutip dari laman www.halodoc.com,  disebutkan, mikroplastik bisa saja terkandung dalam bahan makanan dan air yang kita konsumsi setiap hari. Dalam paparan tingkat tinggi, pertumbuhan sel kanker, reaksi alergi, kerusakan sel, gangguan metabolisme, dan gangguan hormon jadi bahaya mikroplastik bagi kesehatan.

Dari lokasi temuan mikroplastik di Danau dan Sungai Poso, bisa kita katakan, perilaku membuang sampah sembarangan, khususnya plastik jadi masalah lingkungan serius yang kini kita hadapi. Jika tidak kita seriusi sekarang, ini akan jadi masalah besar di tahun-tahun mendatang. Terutama masalah kesehatan.

Dikutip dari laman itb.ac.id, peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dr.rer.nat. Dwi Amanda Utami memberi perkiraan mengagetkan. Menurut hitungannya, di tahun 2025 nanti rasio plastik dan ikan di laut adalah 1:3. Artinya 1 kg ikan dibanding 3 kg mikroplastik. 25 tahun berikutnya, rasionya terbalik, jumlah sampah plastik di laut lebih banyak dari jumlah ikan. Perkiraan ini didukung data World Population Review tahun 2021 yang menunjukkan Indonesia berada di peringkat 5 dunia yang membuang sampah plastik kelaut dengan jumlah 56,333 ton. Ini merupakan bagian 460 juta ton plastik yang dipakai diseluruh dunia tahun lalu.

Prigi Arisandi mengungkapkan, microplastik bahkan telah masuk mengontaminasi jeroan tubuh manusia. Kemudian racun dioxin yang disebabkan oleh plastik, oleh sebagaian kalangan disebut tidak didapati di Indonesia. Namun bukan berarti itu tidak ada di Indonesia. Melainkan alat laboratorium untuk memastikan zat kimia itu tidak ada di negara ini.

Baca Juga :  Menyusuri Biota Endemik Danau Poso Bersama Anak-Anak Desa Dulumai

”Jadi jangan gembira dulu. Ini karena kita tidak punya alatnya saja,” katanya

Robi Navicula, dalam seminar Saya Pilih Bumi, menjelaskan mengenai bahaya plastik sekali pakai dan mendorong diet kantong plastik . Foto : Mosintuwu

Mengurangi Pemakaian Plastik 

Hidup kita mungkin mulai tergantung pada plastik. Hampir semua produk yang berkaitan dengan hidup sehari-hari menggunakan plastik. Mulai dari pembungkus makanan sampai produk kecantikan. Kios, toko dan warung bahkan menawarkan kantongan plastik sebagai ‘bentuk keramahan’ kepada pelanggan.

“Ini kantongan pak, nanti terhambur belanjaannya”kata seorang pemilik kios sambil menjulurkan kresek kepada pembeli di pasar Tentena. Tawaran ini adalah hal umum. Sayangnya kita tidak mengetahui dimana akhir dari kantongan plastik itu setelah belanjaan sampai di rumah. Kalau kita boleh menduga, tempatnya ada dua. Di sungai dan selokan. Dari sungai atau selokan lalu mengalir menuju Teluk Tomini.

Musisi dan pegiat lingkungan, Gede Robi Suprianto atau dikenal Robi Navicula menganjurkan untuk menghentikan penggunaan plastik sekali pakai. Hal sama diserukan Prigi Arisandi dan banyak pegiat lingkungan lainnya.

”Teman-teman hanya menghabiskan dua atau tiga menit untuk menjadikan gelas, sedotan dan tes keresek menjadi sampah. Bayangkan berapa banyak sampah plastik yang kita hasilkan. Bagaimana kalau sehari atau sebulan bahkan setahun,” ungkap Robi mencoba menggugah kesadaran peserta yang mengikuti seminar Saya Pilih Bumi, 12 November 2022.

Perilaku ini kata dia, memberi kontribusi pada Indonesia sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di Asia Tenggara dengan 9,13 juta ton pada 2022. Di film Pulau Plastik, ulas Gede Robi, penonton bisa melihat dengan benderang bagaimana plastik telah menjadi masalah sosial yang pelik. Setiap manusia Indonesia terlebih yang tinggal di perkotaan, tubuhnya sudah terkontaminasi microplastik.

”Ini adalah ancaman nyata pada kesehatan dan masa depan alam. Tapi kita masih terus memproduksi plastik dalam kehidupan kita,” ulasnya panjang lebar.

“Reduce, reuse, recycle”kata Robi mengenai salah satu cara mengurangi penggunaan plastik. Itu dikatakannya saat berbincang dengan Lian Gogali di Radio Mosintuwu 107.7 FM tanggal 11 November 2022 lalu.  Robi mencontohkan upaya yang juga dilakukannya. Mulai dari menghentikan pembelian air minum kemasan di botol. “Kita tidak anti bisnis ya. Tapi sebisa mungkin kita beli air galon, bisa dipakai berkali-kali”kata dia.

Olah Sampah untuk Lingkungan dan Pendapatan

Sampah plastik punya nilai ekonomi tinggi bila kita mengolahnya. Riset yang dilakukan Robi dan kawan-kawannya di Bali mendapati 70% sampah rumah tangga bisa jadi bahan pupuk dan punya nilai ekonomis tinggi. Dia contohkan harga pupuk organik di Bali dengan ukuran 4 kg kualitas bagus dihargai 6 ribu per kilo gram. Jika tidak diolah, berarti membuang uang ke tempat pembuangan sampah. Untuk mencapai ini diperlukan pengetahuan plus kemauan, terutama melawan malas dan rasa tidak peduli.

Menghentikan penggunaan plastik sekali pakai adalah bagian sederhana namun sangat penting untuk menyelamatkan lingkungan. Kebiasaan berbelanja dengan membawa pulang kantong kresek baru harus segera dihentikan. Memakai tas atau kantongan yang bisa dipakai berkali-kali menjadi sumbangan penting bagi kelestarian bumi dan isinya.

Tinggalkan Balasan

Silahkan berkomentar
Mohon masukkan nama anda