Kasus kekerasan seksual menjadi salah satu tindakan kriminal yang paling banyak terjadi di Sulteng sepanjang tahun 2023 selain kasus penyalahgunaan narkotika.Data SIMFONI PPA tahun 2023 menunjukkan dari 665 kasus kekerasan seksual yang terjadi. Sebanyak 594 dialami perempuan dan 104 dialami laki-laki. Sebanyak 58 kasus terjadi di Kabupaten Poso.
Data ini menunjukkan, perempuan yang jadi korban sebagian besar perempuan adalah anak yang berumur 13-17 tahun (30.4%). Data ini juga menunjukkan sebanyak 38.6 % korban adalah pelajar. Sedangkan anak laki-laki yang jadi korban sebagian besar (70,3%) berumur 6-17 tahun ( baca : ringkasan Kementrian PPA )
Ada dua hal yang membuat kita harus waspada atas banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pertama, ada kecenderungan perkosaan dilakukan lebih dari satu orang. Kedua, pelaku adalah orang yang dekat dengan korban.
Dua indikator ini bisa dilihat dalam peristiwa perkosaan beramai-ramai yang dialami oleh RDSm anak usia 13 tahun di Tojo Una-Una yang diperkosa oleh 13 orang. Peristiwa itu terjadi pada 11 januari 2023. Hampir sebulan kemudian, [ada 1 februari 2023, Polisi di kabupaten Banggai Kepulauan menangkap 10 orang pemuda karena memperkosa seorang murid SMP. Polisi menyebut, perkosaan dialami korban selama 2 tahun, sejak 2020 sampai 2022. Dua orang korban dalam dua peristiwa berbeda itu punya kesamaan, yakni sama-sama mengenal dengan baik pelaku pemerkosanya.
Kasus perkosaan bukan hanya dilakukan oleh orang yang dianggap teman. Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Tentena dalam keterangannya di media massa yang diterbitkan laman palu.tribunnews.com menyebut kasus Inses atau hubungan seksual yang dilakukan oleh orang sedarah menjadi salah satu kasus pidana terbanyak yang mereka tangani.
Dari 20 kasus pidana umum yang diproses di Cabjari Tentena, sebanyak 40 persennya atau 8 kasus adalah perkosaan oleh orang yang memiliki hubungan darah dengan korbannya. Angka ini jauh lebih tinggi daripada kasus pencurian. Wilayah hukum Cabjari Tentena meliputi wilayah kecamatan Pamona bersaudara, Lore Selatan dan Lore Barat.
KBGO Menghantui Anak-anak Poso
kebebasan dan kemudahan berbagi dan menyebarkan informasi di era internet juga menjadi problem yang patut diwaspadai karena menjadi penyebab Kekerasan Berbasis Gender Online atau KBGO. Penyebaran foto dan video pribadi menjadi salah satu bentuk kekerasan seksual yang kini menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan.
Di Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, seorang bapak melaporkan seorang pemuda ke Kepolisian atas penyebaran video berisi rekaman tubuh anak perempuannya. Kasus yang terjadi di wilayah pedesaan ini menunjukkan, model kekerasan berbasis gender online sudah merata dari kota hingga desa. Namun proses hukumnya berjalan lamban karena penyidik di Polsek Pamona Timur memiliki keterbatasan pengetahuan untuk memprosesnya. Kasus yang turut didampingi oleh Institut Mosintuwu ini akhirnya dilimpahkan ke Polres Poso.
Sedangkan di Kecamatan Pamona Puselemba, seorang bapak juga melaporkan kasus pelecehan seksual yang dialami anak perempuannya oleh seorang laki-laki berusia lanjut. Kasus ini juga awalnya berjalan lamban karena menurut beberapa sumber pendamping korban, beberapa oknum Polisi menyarankan kasus ini diselesaikan dengan cara perdamaian.
Dikutip dari safenet.or.id, Setidaknya ada 11 jenis KBGO. Beberapa jenis yang disebutkan misalnya: Cyber harrasment (ancaman pemerkosaan), morphing (media buatan/manipulasi digital), impersonating (peniruan diri), sextortion (ancaman berbasis seksual), dan stalking (menguntit). Bentuk lainnya: Online defamation (penghinaan secara daring), sexting (tindakan mengirim gambar seksual), cyber hacking (peretasan), cyber flashing (mengirim pesan atau video seksual tanpa izin), non-consensual intimate image (gambar intim tanpa izin), dan cyber grooming (memanipulasi dengan cara membangun kepercayaan).